Saat mengingat 2 minggu terakhir menuju proses melahirkan, hanya ada haru dan ucapan syukur yang limpah, merasakan betapa luar biasa penyertaan Tuhan dan His timing is always…. PERFECT.
30 weeks.
Satu minggu setelah episode bleeding di 29 weeks, kembali datanglah bleeding episode kedua, tepatnya di hari Kamis, 29 Januari. Kali ini bleeding disertai dengan tightening, yang rasanya kayak sakit waktu mens di perut bagian bawah. Setelah dimonitor beberapa jam dan tidak kunjung membaik, maka pihak rumah sakit RPAH memutuskan untuk mentransfer kami ke rumah sakit lain, karna nursery RPAH lagi penuh dan ga bisa terima bayi premature lagi.
Aku bisa mendengar dokter menelpon beberapa rumah sakit yang nursery (khususnya NICU/Neonatal Intensive Care Unit) nya masih available. Dan penolakan demi penolakan. Penuh, penuh, dimana-mana penuh. Jadi inget waktu Maria & Yusuf lagi cari tempat untuk melahirkan bayi Yesus ya. (Sok nyama2in). Hehehehe. Eh puji Tuhan, setelah bernegosiasi panjang, akhirnya ada 1 tempat tersedia di RHW Randwick. Deal. PR banget tuh buat midwife untuk fotokopiin histori panjang selama kehamilanku, sampai akhirnya cuussss… pindahlah kita ke RHW dengan ambulans. Wow, first time experience naik ambulans! Keren kita Dek… π
Sesampainya disana langsung dibawa ke Delivery Suite, yang adalah kamar untuk proses melahirkan terjadi. Disana kami terus dimonitor, perutku dipasangin CTG berjam-jam untuk memastikan detak jantung bayi ga menunjukkan tanda2 dia distress. Lewat 1 hari, sampai akhirnya semuanya settled down dan kami dipindah ke Antenatal Ward. Naahhh, disinilah aku terserang penyakit melankolis bin cengengitis. Penyebab utamanya adalah karna aku ditempatin di share room, jadi ga boleh ada yang nginep untuk temenin aku. Cupu banget yaaa.. Aku jadi mellow dan cenderung stress karna setiap hari aku masih bleeding, tanganku masih dicolok cannula (tempat masukin cairan infus), ughhh rasanya ribet banget harus melakukan apa2 sendiri. Biasanya tinggal “Ma, tolong ini. Dear, tolong itu”. Phew, so GRATEFUL for them! Plus yang namanya share room tentu harus menghormati tetangga sebelah. Jadi kalo mau meringis kesakitan mesti tahan2, jangan sampe terlalu mengganggu.
Singkat cerita, dalam satu minggu itu, tightening/ kontraksi itu makin intens. Paling ngga, dalam satu hari ada kontraksi yang jaraknya 7 menit sekali. Kalau udah berasa sakit, ya panggil midwife minta pain killer. Sempet ada 1x diturunin lagi ke Delivery Suite untuk di speculum (ini alat bentuknya aja udah horror banget), yang tujuannya untuk cek apakah cervix sudah terbuka apa belum. Dan hasilnya selalu “your cervix is still long and closed”. Kemungkinan besar banyaknya kontraksi ini karna irritable uterus, karna sudah banyak air dan darah yang keluar.
30 weeks + 6 days.
Jumat, 6 Februari jam 12 siang, aku mulai merasakan kontraksi yang makin kuat. Makin sakit rasanya. Coba minum pain killer, ga pengaruh sama sekali. Makin sore, makin sering, makin sakit. Midwife coba kasi morfin untuk menghilangkan rasa sakitnya. Nope, it didn’t work. Surya yang memang selalu datang tiap sore, kali itu diminta stay sama 1 midwife, namanya Oona (Dia yang biasanya ngusirin Surya pulang hehehe). Kali itu dia bilang, “Hubby, you stay. Maria my dear, my feeling say this is the time now. I know you’ve been holding it for so long. It’s ok to have the baby now. He’ll be fine.” Dia ngomong gitu sambil usap2 tangan dan pipiku. Haiyaaa, jadi mewek saya digituin.. :’) Kami kembali dikirim ke Delivery Suite for further monitoring. Total sepanjang hari itu sudah 12 jam perutku terlilit dengan CTG.
31 weeks.
Sabtu, 7 Februari. Terhitung jam 7 malam, 30 jam sudah 2 pain killer diminum, 4 morfin disuntik, semuanya ga ada yang mempan. 4 kali speculum test menyatakan cervix masih closed. Cuma hasil terakhir sudah menyatakan cervix sudah short dan ketebalannya 1cm. Aku tanya ke midwife, dengan kondisi cervix seperti itu kira2 berapa lama lagi aku akan melahirkan? Jawabnya, “oh ada yang hitungan jam, ada yang hitungan minggu.” JENG JENG! Mereka masih berharap ada 1 form of pain killer yang bisa menghentikan kontraksiku, yang sudah makin kuat dan makin sering (4-7 menit sekali). Aku sudah bukan lagi meringis atau merintih, tapi sudah teriak sambil remes2 tangan Surya. Akhirnya jam 7 malam itu, dokter masuk dan bilang, “OK. Kita sudah ga bisa kasi pain killer macam lain lagi. Kita sudah komit untuk melahirkan bayi ini” OH FINALLY!!! Itu yang terlintas pertama dalam pikiranku. Aku sudah ga tahan. Cape sekali kontraksi 30 jam ga berhenti. “Kita kasi kamu 2 pilihan. I know you’ve been through a lot of things. Kamu boleh pilih: mau Caesar atau lahiran normal. Dua2nya kita pake Epidural untuk hilangin rasa sakitmu.” Ajaib, ternyata plasenta yang selama ini menutupi cervix sehingga aku didiagnosis Placenta Previa ternyata di minggu terakhir plasentanya naik keatas dan ga tutupin cervix lagi. God is soooo good!
Aku yang selama ini selalu dibilang PASTI bakal lahiran Caesar, pas dikasi pilihan bisa lahiran normal, langsung happy tapi deg-degan. Lha ga prepare apapun! Ga tau caranya gimana push lah, ga kebayang sama sekali prosesnya gimana. Dengan telatennya, midwife jelasin gimana proses lahiran normal dan gimana kalo Caesar. Kami tau lahiran normal akan jauh lebih baik untuk baby, khususnya paru2nya. Memang prosesnya akan lebih lama dibanding Caesar; tinggal operasi buka perut, done, selesai. Tapi kalau aku boleh memilih, ini jadi hal terakhir yang bisa aku lakukan untuk bayiku selama dia masih di kandunganku. Kami putuskan untuk lahiran normal.
7:30pm – aku mulai disuntik epidural. OH THANK GOD FOR EPIDURAL! Kontraksi yang makin kuat sudah tidak terlalu terasa lagi.
8:30pm – aku mulai diinduksi untuk merangsang kontraksi semakin banyak.
10:00pm – dokter notice kalau detak jantung baby sudah mulai tinggi. Ini bisa jadi tanda2 baby distress di dalam. Dokter perlu cek dengan ambil sample darah dari kepala baby. Kalau memang baby distress, kita harus segera melakukan emergency caesar surgery. Midwife cek cervixku “masih bukaan 1.” Oh nooo… Masa aku ujung2nya caesar juga, pikirku.
10:05pm – dokter kembali dengan peralatannya untuk ambil sample, dan suddenly i felt the urge to poo. Aku bilang ke midwife, “I think I wanna poo.” Itu kalimat sakti yang dari tadi ditunggu sama mereka. Dokter masih minta aku buka kakiku untuk ambil sample, dan dia langsung bilang “Oh wow, I can see his head clearly!”
Midwifeku (ohya, namanya Joanna) langsung kaget, “What? Let me check.” Sekali lagi dia masukin jarinya, lalu berkata “Woww, ini sih udah bukaan 8. Udah bisa push ini.” Tuhan dengar doaku!
10:12pm – mulai lah proses push mem-push dimulai. Surya ajaibnya berani melihat semua proses itu, termasuk waktu dipanggil untuk melihat kepala baby yang sudah keluar. Bener2 Tuhan siapkan Surya juga. Padahal dulunya, dia selalu bilang ga akan mau masuk temenin aku lahiran. Ga mau disuruh potong tali pusar. Pokoknya ga berani. Tapi segalanya berubah, Surya jadi berani liat apapun dan menemani sepanjang proses melahirkan. Unreal!
10:20pm – Kira2 dalam hitungan 4-5 push, baby Ethan Immanuel Putera lahir dengan berat 1,6kg; dengan mengeluarkan suara tangis yang tidak terlalu kencang, tapi cukup membuat kami lega, karna dia datang dengan menangis, bukan diam. Seketika aku menangis uncontrollable. Penuh haru, penuh ucapan syukur, melihat anugerah Tuhan yang sungguh ajaib baru saja keluar dari tubuhku. Hitungan detik Ethan ditaruh di perutku sebelum akhirnya Surya memotong tali pusarnya dan Ethan langsung diangkat untuk dianalisa paru2nya.
Ethan sangat lemah saat itu kata dokter. Dia butuh oksigen 100% dengan bantuan alat. Ia segera dibawa ke NICU untuk penanganan lebih lanjut. Tapi terpujilah Tuhan, Sang Pemberi Hidup, Ethan selalu dalam perlindungan Tuhan. Hari ke hari, progressnya cepat dan semakin membaik. Anugerah Tuhan melimpah bagi kami.
Banyak sekali hal yang kami sungguh syukuri.
– Kami bersyukur kami berada di tempat yang tepat. RHW adalah rumah sakit yang terkenal baik NICU nya. Aku ga memilih RHW awalnya, tapi Tuhan aturkan untuk aku berada di situ.
– Aku yang tadinya ga bisa lahir normal, Tuhan aturkan untuk bisa lahir normal.
– Kehamilanku yang tadinya diperkirakan ga survive, akhirnya bisa melewati waktu2 yang diperkirakan dokter, dan mengikuti waktu yang sudah Tuhan tentukan.
– Ethan lahir dengan organ dan anggota tubuh yang lengkap. Walau paru-parunya belum berkembang sempurna, tapi Tuhan terus menyempurnakan hari demi hari.
– Tuhan juga karuniakan ASI yang langsung bisa keluar sehingga bisa memberi nutrisi yang baik untuk Ethan.
– Kami ga keluar uang sepeser pun selama masa kehamilan dan melahirkan, karna ditanggung oleh pemerintah dengan Medicare. Terimakasih banyak pemerintah Australia! Padahal kalo bayar ya, 1 malam nginap untukku aja $1,770 dan untuk baby di NICU $4,440/ malam. Ga kebayang kalo kejadian di Indo, kami harus bayar berapa banyak?
– Para dokter, bidan dan suster yang sangat helpful dan caring. May God richly bless them all!
– Bantuan, dukungan moril dan doa2 dari keluarga dan teman2 yang sungguh2 menguatkan kami setiap hari. Terima kasih tiada henti kami ucapkan.
– dan masih banyak hal yang sungguh kami syukuri melalui pengalaman berharga ini.
I’m a mom now! Unbelievable. He makes all things beautiful in His time..
Grace alone, which God supplies.
Strength unknown, He will provide.
Christ in us, our Cornerstone.
We will go forth in grace alone.
– Scott W. Brown